Definisi "teori" yang paling tepat untuk bidang akutansi adalah : "….. seperangkat azaz hipotetis, konseptual dan pragmatis yang terjalin satu sama lain, yang membentuk suatu kerangka acuan untuk suatu bidang pengetahuan". 1) Dengan demikian teori akutansi dapat diartikan sebagai suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azas atau prinsip yang (1) merupakan kerangka acuan umum untuk menilai praktek – praktek akutansi dan (2) pedoman bagi pengembangan praktek – praktek dn produser yang baru. Teori akutansi dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek – praktek yang sekarang berjalan, akan tetapi tujuan yang terutama dari teori akutansi adalah mengadakan suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek – praktek akutansi yang sehat.
Suatu teori umum yang tunggal untuk akutansi mungkin dapat merupakan suatu tujuan jangka panjang. Akan tetapi karena akutansi sebagai suatu ilmu yang berdasarkan logika dan penelitian empiris masih sangat muda, maka paling banyak yang dapat dicapai pada tingkat ini adalah mengembangkan beberapa teori dan sub teori yang saling melengkapi atau yang saling bersaingan. Per definisi, setiap teori terdiri dari seperangkat pernyataan yang dihubungkan oleh aturan logika atau penalaran deduktif. Pernyataan ini harus meliputi hipotesa yang bisa diuji (atau premise) dan suatu kesimpulan, meskipun satu atau lebih premisedapat didasarkan atas value judgementyang eksplisit. Penguji utama mengenai benar tidaknya suatu teori adalah kemampuannya untuk menjelaskan atau meramalkan. Penjelasan secara abstrak saja biasanya tidak cukup. Penjelasan ini dapat dipergunakan untuk peristiwa di masa yang lalu atau yang masa kini, dan penelitian mengenai ramalan/penjelasan tersebut akan membuktikan apakah teori tersebut mampu meramalkan peristiwa atau keadaan dimasa mendatang.
Dengan adanya informasi baru atau teori baru yang memungkinkan peramalan yang lebih baik, maka teori yang ada harus dimodifikasi atau ditinggalkan. Pendapat umum mengenai "apa yang naik pasti akan turun" ternyata harus dimodifikasi setelah diketahui bahwa benda yang ditembakkan keangkasa tidak kembali kebumi, meskipun teori gaya tarik bumi yang telah diperbaiki, sejak lama telah meramalkan peristiwa semacam ini. Jadi prediktibilitas atau kemampuan untuk meramalkan merupakan sesuatu yang relatif, yang diperbaiki secara bertahap dengan dikembangkannya teori yang lebih baik atau metode yang lebuh baik untuk menerapkan teori tersebut.
Ada suatu hal yang perlu diperhatikan mengenai prediktibilitas dalam bidang ekonomi dan akutansi. Suatu teori yang dapat meramalkan bangkrutnya perusahaan – perusahaan bisa sungguh – sungguh menimbulkan kebangkrutan apabila orang percaya akan ramalan tersebut. Misalnya para kreditur dan investor yang tidak bersedia memberikan dana atau bahkan menarik kembali dana mereka dari perusahaan yang diramalkan akan bangkrut, bisa sungguh – sungguh mengakibatkan kebangkrutan perusahaan tersebut.
Sifat Teori.
Dari diatas jelaslah bahwa "teori" pertama – tama harus merupakan seperangkat kalimat. Teori diungkapkan dalam suatu bahasa, dan karenanya pengkajian bahasa merupakan sesuatu yang penting dalam pengkajian teori. Bahkan kebanyakan filsafat ilmu pengetahuan tidak lain suatu pengkajian bahasa, sekalipun bahasa yang dikaji ini merupakan bahasa yang khas bagi peneliti. Berkenaan dengan pengkajian bahasa ini, Morris,3) Carnap4) dan penulis – penulis lain membagi tiga wilayah pengkajian bahasa, yakni : sintaktik (syntactics), semantik (semantics) dan pragmatig (pragmatics).
Syntactics adalah pengkajian mengenai hubungan antara suatu symbol (sign) dengan simbol lainnya. Contoh dari pengkajian sintaktik ini dapat diketemukan didalam matematika. Didalam pengkajian sintaktik, pernyataan – pernyataan yang dibuat tidaklah mempunyai kadar empiris karena pernyataan yang dibuat tidak berhubungan sama sekali dengan kenyataan yang nyata (the real world). Olrh karena itu pernyataan sintaktik bersifat logis (logically true) dan bukannya benar dalam arti empiris (empirically true). Contoh : "apabila semua elektron mempunyai magnetic moments dan partikel x tidak mempunyai magnetic moment, maka partikel x bukanlah merupakan elektron". Ini adalah contoh pernyataan analitis. Kita tidak perlu mengerti apa yang dimaksudkan dengan "elektron" atau "magnetic moment" untuk mengatakan bahwa pernyataan tadi benar. Pernyataan tadi benar (dalam arti logis) karena bentuk kalimat dan kesepakatan kita mengenai susunan yang logis dalam bentuk rumusan "karena demikian, maka". Rumusan ini dapat dijelaskan dengan contoh yang berikut :
Pernyataan pertama : semua orang akan mati
Pernyataan kedua : Gita adalah orang
Maka : Gita akan mati
Rumusan "karena demikian, maka" diatas dapat diterapkan dalam kalimat yang nonsens tanpa mengubah kebenaran logikanya. Contoh : "apabila semua LND mempunyai tmt dan x tidak mempunyai tmt, maka x bukanlahLND". Didalam aljabar kita mengetahui bahwa "(a + b)2 = a2 +2ab +b2.persamaan ini adalah benar sesuai dengan aturan – aturan aljabar mengenai bagaimana simbol – simbol aljabar diatur dan di proses.
Perhatikan juga kebenaran kalimat yang berikut : "seorang bujangan adalah laki – laki dewasa yang belum menikah". Kebenaran kalimat ini didasarkan atas pengertian mengenai "bujangan", "laki – laki dewasa", "belum menikah" dan lain – lain. Dari contoh – contoh diatas jelaslah bahwa pernyataan – pernyataan analitis memerlukan kesepakatan – kesepakatan mengenai aturan – aturan atau definisi – definisi. Misalnya "limabelas adalah separuh dari tigapuluh" adalah benar karena kesepakatan kita mengenai arti dari simbol 15, 1/2 dan 30, dan arti atau aturan mengenai proses perkalian dalam ilmu aljabar.
Semantics adalah pengkajian mengenai hubungan antara simbol dan objek atau peristiwa. Objek atau peristiwa merupakan hal – hal yang nyata. Agar supaya simbol – simbol mempunyai kaitan dengan hal – hal yang nyata (the real world), maka perlu ada aturan – aturan atau pengertian – pengertian mengenai hubungan antara simbol – simbol dengan objek atau peristiwa. Aturan – aturan ini disebut aturan semantikal (semantical rules). Aturan – aturan inilah yang memberikan pengertian empiris mengenai simbol – simbol.
Untuk menjelaskan pengertian semantic, lihat pernyataan yang berikut :"Lukman seorang bujangan". Perhatikan perbedaan kalimat ini dengan pernyataan analitis dalam kalimat "seorang bujangan adalah laki – laki dewasa yang belum menikah". Didalam kalimat pertama "Lukman" merupakan simbol atau wakil dari suatu objek yang nyata. Kalimat ini dapat diketahui benar tidaknya secara empiris. Misalnya saudara Lukman Abdullah yang tinggal dijalan Cempaka Putih (jadi suatu objek yang memang ada dalam the real world) adalah seorang bujangan, sedangkan saudara Lukman Nur yang tinggal di kampung Bali (juga suatu objek dalam the real world) sudah menikah. Jelaslah bahwa secara empiris dapat dibuktikan bahwa Lukman yang satu memang bujangan, sedangkan Lukman yang lain bukan bujangan.
Juga jelas bahwa kebenaran dalam pernyataan analitis dan kebenaran dalam pernyataan empiris dibuktikan dengan prosedur yang berbeda. Pernyataan analitis dibuktikan dengan menggunakan aturan sintaktikal. Pernyataan analitis ini dapat dibuktikan sebagai benar (valid) atau bertentangan; atau dengan lain perkataan, pernyataan analitis dapat dibuktikan internally consistent atau tidak. Dilain fihak, pernyataan empiris dikaji kebenarannya melalui pengamatan. Hasil pengkajian ini akan menunjukkan apakah pernyataan empiris tersebut benar (dalam artian cocok dengan kenyataannya) atau tidak.
Pragmatics merupakan pengkajian mengenai hubungan antara simbol dengan pemakai simbol. Simbol – simbol yang berbeda merangsang tanggapan – tanggapan yang berbeda dari pemakai tertentu sekalipun simbol – simbol itu mempunyai makna yang sama. Pemakai – pemakai yang berbeda juga mungkin menafsirkan simbol yang sama dalam pengertian yang berbeda – beda.
Tingkat – Tingkat Akutansi.
Dengan menggunakan tiga bidang pengkajian bahasa diatas, Eldon Hendriksen membagi teori akutansi dalam tiga tingkat sebagai berikut :
1. Teori – teori yang mencoba menjelaskan praktek – praktek akutansi masa kini dan meramalkan bagaimana tanggapan para akuntan terhadap situasi – situasi tertentu atau bagaimana mereka akan melaporkan peristiwa – peristiwa tertentu. Teori – teori ini disebut teori sintaktikal atau syntactical theories.
2. Teori – teori yang memusatkan perhatian kepada hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut. Teori - teori ini disebut teori semantikal atau interpretasional (semantical theories atauinterpretational theories).
3. Teori – teori yang menekankan perilaku atau akibat – akibat yang ditimbulkan oleh laporan keuangan terhadap keputusan yang diambil para pemakai laporan. Teori – teori ini disebut teori perilaku atau teori pragmatis (behavioral theories ataupragmatic theories).
2. Teori – teori yang memusatkan perhatian kepada hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut. Teori - teori ini disebut teori semantikal atau interpretasional (semantical theories atauinterpretational theories).
3. Teori – teori yang menekankan perilaku atau akibat – akibat yang ditimbulkan oleh laporan keuangan terhadap keputusan yang diambil para pemakai laporan. Teori – teori ini disebut teori perilaku atau teori pragmatis (behavioral theories ataupragmatic theories).
sumber: http://dasar-akuntansi.blogspot.com/2009/08/teori-akutansi-dan-metodologinya.html
0 komentar:
Posting Komentar